Gunakan Mozila FireFox Untuk Kenyamanan Browsing Anda

Kamis, 23 April 2009

Fenomena Perawan Tua

Semoga tulisan ini tidak menyinggung siapapun. kalaupun ada, abang sebagai penyambung lidah dari tulisan Ustazah Khadijah ini memohon ampun pada Allah dan meminta maaf yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang merasa tersinggung, tersindir, tersandung, tersondor, tersender, apa aja dech pokoknya, maafin ya...

Suatu penyakit sosial yang sedang menyusahkan sebagian besar masyarakat hari ini adalah masalah perawan tua. Apapun penyebab terjadinya masalah ini, namun hakekatnya ia sudah wujud dan telah menjadi realitas yang menyayat hati. Membiarkannya begitu saja tanpa berusaha menyelesaikannya seperti membiarkan orang sakit tanpa diobati. Ini adalah satu kekejaman.

Kita jarang menemukan laki-laki yang belum menikah ketika umurnya telah mencapai 30 tahun lebih. Tapi sering kita jumpa perempuan yang belum menikah walaupun sudah berumur lebih dari 30 tahun. Sedangkan keinginan menikah adalah satu kehendak fitrah yang murni yang kalau tidak dipenuhi, manusia akan mengalami satu tekanan dan kekosongan jiwa yang berterusan. Pikiran akan terganggu. Malu pada ejekan masyarakat akan menyempitkan dada. Rasa sunyi dan kara kekosongan sering melanda. Hari tuanya dilihat begitu kosong dan amat menyusahkan. Bagaimana rasanya jika Anda yang mengalaminya.



Salah satu tanda akhir zaman adalah jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki. Ini disebut dalam hadist. Dan itulah yang sedang terjadi kini. Di seluruh dunia keadaan inilah yang terjadi dan akan terjadi terus. Bahkan akan lebih kronis dari waktu ke waktu. Dunia modern yang penuh dengan kaum intelektual ini seharusnya sudah memikirkan apakah langkah-langkah praktis untuk mengatasi ketidakseimbangan jumlah perempuan dengan laki-laki. Supaya semua perempuan terbela dan bahagia karena dapat mempunyai suami dan anak-anak.

Siapa saja yang mempunyai sifat kemanusiaan yang tulen, pasti akan simpati dengan perawan tua. Sebab walaupun ia nampaknya tidak hilang pertimbangan dan tidak melakukan maksiat, tapi hatinya menderita. Batinnya menjerit juga. Sekalipun ia wanita yang sabar, namun harapan atau desakan untuk menikah akan sering mengganggunya. Siapa mau susah? Tentu tidak ada. Oleh karena itu mencari jalan untuk menyelesaikan masalah ini telah menjadi kewajiban kita semua.

Wanita Barat sudah memilih kehidupan liar sebagai cara untuk mengisi kehendak biologisnya. Mereka menjual tubuh dengan murah kepada sembarang laki-laki. Mereka tidak memikirkan untuk menikah, sebab institusi pernikahan dan rumah tangga sudah tidak perlu bagi mereka. Mereka boleh mencintai sepuluh laki-laki dalam satu waktu dan melakukan hubungan dengan laki-laki mana saja atau suami siapa saja yang mereka sukai. Suami cuma pinjaman, boleh ada boleh tidak. Boleh datang dan pergi. Boleh tidak ada keluarga. Karena tidak ada undang-undang yang melarang berbuat seperti itu.

Itulah cara hidup Barat dan mereka

merasa bahagia seperti itu. Sanggupkah kita seperti itu? Sanggupkah kita membiarkan saudara seagama jadi seperti itu? Percayalah tidak ada kebahagiaan dalam melanggar perintah Tuhan. Tidak ada ketenteraman dengan melakukan kemungkaran.

Sejahat apapun wanita Islam, namun keinginan berumah tangga tetap ada. Ingin mempunyai suami yang sah, yang diakui oleh masyarakat serta mempunyai anak-anak secara halal dan suci.

Apakah jalan keluar yang sebaik-baiknya untuk masalah ini? Saya tidak melihat cara lain yang lebih baik dibanding poligami. Walaupun pahit untuk diakui oleh sebagian pihak, namun hanya itulah caranya untuk menghiburkan duka lara sebagian kaum wanita. Meski pahit, namun tidak sepahit menjadi perawan tua sepanjang waktu. Dan tidaklah segelap kehidupan perempuan jalanan, yang suaminya hanyalah pinjaman, dapat datang kemudian hilang.

Pahitnya poligami adalah pergiliran ujian dan nikmat. Suami meninggalkan merasa rindu, nanti pulang bersama kasih sayang. Sejahat-jahatnya suami, masih juga memikirkan tanggungjawab pada rumah tangga dan anak-anak. Tidaklah sampai tidak tahu ke mana hendak mengadu. Bertengkar ada, berbaik-baik juga ada. Bila tua ketahuan juga rumah tangga dan anak cucunya. Ada masa depan seperti orang lain. Sementara kehidupan perawan tua atau perempuan yang melacurkan diri itu nasibnya gelap pekat. Jauh lebih parah dan lebih malang daripada wanita yang berpoligami. Laki-laki yang menggunakan pelacur bukan orang yang mau bertanggungjawab atas dirinya dan anaknya.

Laki-laki yang tidak bertanggungjawab itu cuma mau menghibur hatinya sesat. Setelah itu wanita itu akan ditinggalkannya tanpa ada rasa simpati atau tidak ada ikatan apa-apa. Sebab itu, perawan tua, apalagi yang menjual diri, tidak tahu kemana pergantungan hidup mau ditujukan. Sedangkan wanita poligami tahu siapa laki-laki yang diminta pertanggungjawaban hidupnya dan anaknya, yaitu suaminya.

Saya paham tentang adanya perawan tua yang rela tidak menikah daripada merampas suami orang. Baguslah kalau begitu, asalkan jangan alim kucing saja. Sebab dalam sejarah cuma ada seorang yang bahagia tanpa menikah dengan menolak pinangan Imam Hasan Al Basri. Ia adalah Rabiatul Adawiyah. Cintanya pada Allah menakutkannya untuk menikah. Takut kalau-kalau terganggu urusannya dengan “kekasihnya” itu. Cintanya pada Allah telah membunuh nafsunya pada laki-laki. Sehingga dengan tidak menikah itu sedikitpun tidak menyusahkannya. Tapi wanita lain yang hubungannya dengan Allah agak lemah, bila tidak menikah akan menimbulkan bermacam-macam masalah. Dia akan lebih selamat bila berpoligami daripada tidak menikah sama sekali.

Pejuang-pejuang perempuan yang selalu meluangkan hasrat ingin membela nasib perempuan, seharusnya yang paling depan dalam memperjuangkan langkah ini. Buktikan bahwa kita rela berkorban untuk perjuangan menegakkan keadilan untuk semua. Dan kita sendiri tidak dapat atau tidak sanggup, itu artinya perjuangan kita bermotif untuk mencari kepentingan diri. Kalau begitu untuk apa kita meminta orang lain mengikuti jejak kita? Sebab perjuangan yang hak itu faedahnya untuk semua, bukan untuk sekelompok orang saja. Relakah pejuang kebebasan wanita (women’s liberation) memberi peluang suami mereka berpoligami untuk membela nasib perawan tua.

Oleh: Ustadzah Khadizah Aam
































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selepas Baca, Tinggalkan Pesan Dan Kesannya ya..